Pola pencangkokan usaha dapat dilakukan melalui pemberian fasilitas kepada wirausahawan baru ang potensial melalui proses pembelajaran atau magang dengan UKM yang telah sukses.
Upaya itu sangat efisien untuk mengurangi risiko kegagalan calon wirausaha karena mereka dimungkinkan untuk belajar secara langsung kepada pendahulunya yang telah sukses menjalankan usaha. "Selain itu perlu upaya pendampingan lain untuk mendukung mereka,"katanya.
Pada intinya, katanya perlu beberapa strategi dalam penumbuhan wirausaha baru dan mempercepat pengembangan usaha koperasi dan UMKM. "Proses menjadi wirausaha dapat berlangsung dalam waktu relatif pendek, atau tahunan, bahkan dapat seketika gagal," katanya.
Data empiris tentang pengalaman beberapa negara termasuk Indonesia terkait wirausaha menunjukkan wirausaha sukses baru berkisar 20-30 persen. Hal itu berarti dari 100 calon wirausaha hanya sekitar 20-30 persen yang mampu bertahan dan akhirnya berhasil menjalankan usahanya.
Dia meminta Himpunan Pengusaha Muda mdonesia (HIPMI) untuk mengembangkan pola-pola pendampingan bagi koperasi UMKM baik sebagai anggota maupun sebagai mitra usaha.
Menurutnya faktor utamapeningkatan produktixitas usaha adalah sumber daya wirausaha. "Oleh karena itu, kunci sukses perbaikan masa kini dan mendatang terletak pada bagaimana mampu menciptakan sebanyak-banyaknya wirausaha baru yang berkualitas dan mandiri," katanya.
Kemenkop dan UKM mencatat saat ini total wirausahawan secara nasional sebesar 0,24 persen dari seluruh jumlah penduduk. Padahal untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan ekonomi secara berkesinambungan dibutuhkan setidaknya dua persen wirausaha dari total jumlah penduduk.
Dibandingkan negara tetangga Jumlah wirausaha di Indonesia masih sangat rendah, di Malaysia persentase wirausaha mencapai 2,1 persen, Thailand 4,1 persen, Korea Selatan 4 persen, Singapura 7,2 persen, dan Amerika Serikat 11,5 persen.
0 comments:
Post a Comment