KOMPAS/AGUS SUSANTO
Atlet sepak bola PPLP berlatih di Stadion Mandala, Jayapura, Papua, Kamis (26/4).
Papua gudangnya pemain sepak bola. Sejak era 1970-an sampai kini pun kerap berganti ketenaran aksi pemain Papua yang mewarnai panggung sepak bola nasional. Tatkala aksi anak Papua menggelitik hati penggila bola Tanah Air, datanglah pujian dan sambutan tanpa batas. Namun, siapa sangka di balik kecemerlangan pemain Papua, pembinaan dasar atlet muda di Papua berjalan seadanya.
Mereka bisa tampil mengesankan bukan dari proses pembinaan yang mapan. Semua ini semata lebih karena semangat dan kemampuan bakat alam yang mereka miliki.
Potret kelam pembinaan atlet muda sepak bola Papua setidaknya terekam dari kondisi Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Papua di Jayapura. Bertahun-tahun pembinaan atlet berlangsung dengan fasilitas seadanya. Program latihan digelar dengan lapangan sepak bola sewaan yang belum memenuhi standar lapangan internasional. Kondisi lapangan bergelombang karena kubangan. Rumput lapangan tumbuh tak merata dan batas bidang lapangan yang tak jelas karena tanpa batas lapangan.
Kondisi ini tentu sangat ironis karena keberadaan PPLP dalam sistem pembinaan prestasi berperan sangat strategis dan mendasar sebagai wadah bagi pembibitan dan pembinaan atlet berbakat. Hal ini mengingat jumlah anak usia sekolah yang besar dan menjadi usia potensial dalam pembinaan prestasi olahraga.
Lewat PPLP, atlet tidak cuma dibina dalam urusan prestasi olahraganya, tetapi juga pendidikannya. Dengan kombinasi pembinaan bakat dan pendidikan, diharapkan terbentuk akhlak dan moral, seperti kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, disiplin, kritis serta kreatif pada atlet.
Sudah terbukti, dari PPLP ini, dari generasi ke generasi lahir pemain berbakat yang ikut membela tim nasional. Sebut saja Adolof Kabo, Yonas Sawor, dan Metu Duaramuri. Mereka atlet bertalenta yang merupakan generasi PPLP Papua pertama yang didirikan pada 1985.
Setelah generasi ini, muncul nama-nama pemain lainnya, seperti Ishak Fatari, Chris Yarangga, Ritam Madubun, dan Aples Tecuari. Pada generasi sekarang, muncul Titus Bonai dan Okto Maniani yang memukau bersama timnas U-23. Yang paling fenomenal tentu sosok Boaz Solossa, pemain 25 tahun yang kini menjadi tulang punggung klub Persipura.
Bukan cuma soal kondisi lapangan yang memprihatinkan, atlet PPLP sepak bola Papua juga dipaksa mengalah untuk asrama penginapan. Gedung yang seharusnya menjadi asrama untuk atlet PPLP justru dipakai untuk kepentingan di luar kegiatan pembinaan olahraga. Bangunan yang semestinya bisa menampung 22 atlet kini dihuni Majelis Rakyat Papua.
Terpisahnya asrama atlet dengan tempat latihan makin membebani atlet PPLP. Setiap selesai latihan pada pagi hari, mereka sudah harus bergegas berangkat ke sekolah yang berlokasi jauh terpisah. Demikian pula saat selesai sekolah, mereka harus kembali ke asrama sebelum menuju lapangan.
Secara konsep, kondisi ini sudah tidak ideal. Karena yang namanya pemusatan latihan, semestinya semuanya sudah terintegritas dalam satu kawasan antara tempat latihan, sekolah, dan asrama. Terlebih lagi, jika pendidikan para atlet disamakan dengan sekolah umum.
”Idealnya, asrama, tempat latihan, dan sekolah dalam satu kawasan. Selain memudahkan proses pendidikan dan latihan, juga untuk pengawasan. Untungnya, para atlet kami bersemangat tinggi. Meski dalam keterbatasan, mereka tetap menjalani pendidikan dan berlatih dengan semangat,” kata Ketua Bidang Olahraga Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Papua Noach Baransano.
Program latihan
Minimnya alat-alat latihan juga membuat tim pelatih menerapkan program latihan yang sederhana. Penekanan latihan lebih kepada fisik dan pematangan teknik dasar. Tak terlihat struktur pola latihan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Jangankan alat-alat angkat beban, seragam latihan pun mereka tak punya.
”Untungnya mereka punya bakat alami yang luar biasa. Mereka juga punya semangat dan keinginan kuat untuk maju. Mereka selalu termotivasi dengan keberhasilan senior mereka yang bermain di klub peserta Liga Indonesia ataupun timnas,” kata salah satu pelatih PPLP Papua, Yan Rontini.
Semangat dan antusiasme anak-anak Papua yang masih berusia belasan tahun itu terlihat dalam sesi latihan di lapangan bola SMA YPKK Taruna Dharma, Jumat (27/4). Mereka mengikuti semua instruksi pelatih yang menempa kekuatan fisik mereka.
”Ayo, dua pohon tiga kelinci,” kata sang pelatih. Para pemain yang sedang berlatih mengumpan bola segera berlari berhamburan mencari teman untuk membuat formasi yang diinginkan pelatih. Mereka membuat grup yang terdiri dari dua pemain yang berdiri sebagai pohon, sedangkan tiga pemain lainnya jongkok.
Bagi pemain yang tidak bergerak cepat, tentu tidak akan mendapat teman untuk membuat formasi yang diinginkan pelatih. Sanksinya mereka harus push up sebanyak 10 kali. ”Latihan ini memang terlihat sederhana. Namun, sebenarnya latihan ini untuk mengasah kecepatan respons mereka, keberanian mengambil keputusan, dan bertanggung jawab jika mereka gagal dalam permainan ini,” kata Yan.
Latihan-latihan seperti ini, kata Yan, harus dilakukan untuk menyiasati keterbatasan sarana dan prasarana latihan. ”Kami, tim pelatih, harus kreatif. Kami tidak bisa membiarkan semangat dan antusiasme pemain dalam latihan,” ujarnya menambahkan.
Kerja keras mereka akhirnya terbayar. Sejumlah pemain dipanggil untuk membela tim PON Papua. Bahkan, sejumlah pemain juga direkrut memperkuat timnas PSSI U-16 yang berlaga di Piala AFF beberapa waktu lalu.
Martinus Asso mengaku sangat beruntung bisa bergabung di PPLP. Pemain kelahiran 9 Juni 1996 ini merasa mengalami banyak kemajuan sejak bergabung di PPLP dua tahun lalu. Postur tubuh siswa kelas III SMP ini tidak terlalu tinggi, tetapi kemampuan olah bola dan kecepatan larinya cukup mengagumkan. Tak heran jika Martinus masuk timnas U-16.
Melihat potensi dan sumber daya atlet Papua yang sangat besar di usia sekolah, sepertinya memberi harapan besar. Seandainya bakat alami mereka bisa dibina dengan lebih baik dengan dukungan sarana dan prasarana serta iptek, tak mustahil prestasi sepak bola nasional bisa lebih melambung.
Sumber : http://bola.kompas.com/read/2012/05/02/17575727/Ironi.Sepak.Bola.Papua
0 comments:
Post a Comment